foto Ayah menggendong Billa usia 7 bulan
Sebelum bercerita tentang alasan diperlukannya “Ayah Menyusui” dalam kegiatan memberikan ASI pada anak tercinta, aku ingin sedikit berbagi informasi, bahwa dalam kehidupan dunia binatang, sebagai jenis mahluk ciptaan Allah yang lebih bodoh dari manusia pun, ternyata kondisi “Ayah Menyusui” ini ada dan mungkin bisa menjadi contoh teladan buat para manusia, yang bertittle Ayah.
Kita lihat, bagaimana Kuda Laut jantan “mengandung” anak-anak mereka dan “melahirkannya” dengan telaten. Tak jarang, jika salah dalam memilih wilayah lautnya, mereka dapat terseret arus yang deras. Demikian juga burung pinguin jantan, yang dengan hati-hati menjaga satu butir telur milik istrinya, setia menjaga dan menanti kelahirannya dengan penuh kasih sayang.
Rasa-rasanya, wajar toh, jika akhirnya, seorang istri yang akan berniat memberikan ASI eksklusif pada bayinya, meminta suami menjadi anggota team dalam urusan memberikan ASI ini?.
Lalu, bagaimana caranya?
Ooooh, banyak banget cara menjadi Breastfeeding Father ini. Mulai dari ikut serta dalam mempelajari tips dan trik menyusui yang dilakukan oleh calon ibu, menemani istri serta bergantian menjaga si bayi sampai melakukan massage pada punggung ibu untuk membuat relaks ibu sebelum ataupun setelah menyusui.
Seorang Ayah bisa menggendong bayinya setelah diberi ASI, menegakkan posisi tubuh bayi dalam gendongan, memeluknya, hingga perut bayi terasa nyaman di dada sang Ayah, hingga akhirnya bayi “atep” atau “bersendawa” untuk melegakan perutnya. Ini juga salah satu kegiatan yang dilakukan Breastfeeding Father.
Karenanya, ketika pertama kali mengetahui diri ini sedang hamil, aku dan suami bersepakat, untuk saling mendukung dalam urusan memberi ASI untuk anak-anak kami kelak.
Aku ingat sekali, ketika menjelang melahirkan Billa secara caesar, aku bilang ke suami, “Yah, nanti, kalau pas udah lahiran, dan Dian mendadak mellow atau sedih-sedih gitu, jangan diomelin ya…? Tolong bujukin Dian untuk tetap semangat memberi ASI.”
Bang Asis hanya menganggukkan kepalanya. Dan, aku bersyukur sekali, anggukan kepalanya itu tidak sekedar basa-basi saja. Namun Bang Asis betul-betul terlibat secara fisik dan emosi dalam perjuangan memberi ASI.
Ketika harus mengantarkanku pertama kali memberi ASI ke Billa, 24 jam pasca operasi caesar, aku masih kesakitan, tertatih-tatih berjalan menuju ruang intermediate. Ruang tempat Billa diletakkan dalam kotak kecil dengan beberapa alat serta kabel di tubuhnya.
Aku masih menggunakan kateter, didorong menuju ruangan. Aku sempat tertegun melihat kondisi Billa, air mataku menetes. Aku mencoba menarik nafas panjang. Rasa khawatir menelusuri sekujur tubuhku. Bang Asis sepertinya tahu, dan ia segera menyentuh punggungku, mengelusnya perlahan dan berbisik “InsyaAllah, Bunda pasti bisa menyusui Billa. Kan kita sudah sepakat untuk memberikan ASI eksklusif untuk Billa.”
Aku terhibur dan memberanikan diri mendekati Billa. Menerima Billa dalam gendongan dan belajar memberikan ASI pertama kali, dengan Bang Asis duduk di sebelahku, mengelus tengkuk dan punggungku, sembari terus menghibur dan meyakinkan bahwa aku adalah ibu yang pasti bisa memberikan ASI untuk Billa.
Sikap Bang Asis, yang sangat mendukung proses pemberian ASI , juga ditunjukkannya dengan membelikan aku berbotol-botol air mineral, ikut bangun di tengah malam, jika aku harus berjalan ke ruang menyusui (Billa tidak rooming in karena kondisinya yang premature), melakukan massage pada bagian punggung hingga tengkukku, sehingga terasa lebih relaks akibat ketegangan pada bagian tersebut karena posisi menyusui yang baru dalam tahap belajar.
Ada satu peristiwa penting, yang membuatku sangat berterima kasih pada Bang Asis. Yakni ketika aku sedikit mengalami sindrom baby blues di hari ke 2 dan 3 pasca melahirkan. Aku merasa sangat terpukul karena ASI yang kukeluarkan sangat sedikit. Meskipun tahu itu adalah kolostrum, namun ada perasaan terluka dan sedikit “lebay”, seolah-olah aku bukan ibu yang baik.
Aku menangis tersedu-sedu di kamar. Mengoceh tak keruan dan berbicara tentang diriku bukan ibu yang baik. Aku mengomeli diri sendiri hingga berurai airmata karena merasa tak sanggup memberikan ASI dan tak mampu menjaga Billa. Aku merasa telah mengecewakan anakku. Ah, kalau aku ingat-ingat, rasanya lucu dan memalukan sekali sikap itu. Namun itulah yang terjadi.
Bang Asis memelukku dengan erat, sembari terus membisikkan kata-kata memberi semangat. “Tak apa-apa menangis, jika memang Dian capek. Tapi tidak berarti Dian menyerah dan tak memberikan ASI untuk Billa. Anak ini sudah kita tunggu kehadirannya selama 9 tahun. Jika 9 tahun saja kita bersabar, tentu sekarang kita pasti lebih bisa sabar menunggu ASI Dian makin banyak.” Demikian diantaranya nasehat Bang Asis padaku.
Aku bahkan sempat bilang, “Ayah jangan marahi Dian ya kalau Dian nangis dan capek batin gini. Capek banget hati Dian, belum lagi ASI nya dikit, sakit dan bekas operasi caesar ini bikin gerakan Dian jadi terbatas.” Aku terus mengeluh. Bang Asis mengangguk-anggukkan kepala sembari terus mengusap-usap punggungku.
Moment itulah yang membuatku sadar, bahwa aku harus terus semangat memberi ASI. Bang Asis tentulah ikut capek. Jadi aku harus bisa menjadi anggota team yang baik.
Alhamdulillah, di hari ke 3, ASIku mulai keluar dengan baik. Di sini aku mengenal istilah “ASI itu cukup untuk bayi”, bukan “ASI nya banyak atau sedikit”. Karena, kebutuhan bayi terhadap ASI itu berbeda-beda tiap anaknya. Jadi seorang Ibu harus percaya diri dan yakin, bahwa ASInya insyaAllah CUKUP untuk bayinya. Pola pikir ini, terus menerus dijadikan pegangan oleh Bang Asis, setiap kali muncul ketidak-nyamanan dalam proses memberikan ASI untuk pertama kalinya.
Selama di rumah pun, Bang Asis tak keberatan menggendong Billa, dan juga Ammar saat ini, jika aku selesai memberikan ASI. Bang Asis perlahan belajar menggendong, belajar memposisikan bayi yang nyaman untuk bersendawa pasca menyusui, serta berbagi jam jaga ketika awal-awal bayi kami berada di rumah. Yang pasti, Bang Asis tak pernah mengeluhkan sedikitpun perananya menjadi bagian team menyusui ini.
Setiap kali muncul perasaan ragu atau tak yakin bahwa ASIku ini entah cukup atau tidak untuk anakku, setiap kali itu pula Bang Asis selalu berhasil meyakinkanku bahwa aku pasti mampu memberikan ASI bagi anak kami dengan baik.
Sikap Bang Asis yang mendukung ASI ini, tidak didasarkan karena khawatir susu formula mahal, karena fasilitas kantor Bang Asis memberikan support dana untuk pembelian susu formula setahun pertama. Namun sikap ini dipilihnya, karena Bang Asis sebagai seorang Ayah, percaya, bahwa ASI adalah yang terbaik untuk anaknya, dan sebagai suami, ia harus mampu dan selalu mendukung istrinya untuk terus memberikan ASI, termasuk ikut capek dan lelah dalam proses pemberian ASI, akibat diajak gantian begadang dan menjadi tukang pijat istrinya.
***
Pamulang, Hari ke dua puasa. Pasca menemani suami bersahur.
Alhamdulillah,makasih uni, mudah2an kita bisa mengikuti jekak uni dan suami :-)
ReplyDeleteamiiiin... semoga anty sehat dan Mip2 berhasil jadi breastfeeding father kelak ya..
ReplyDeletetetap semangat ya anty... udah dekat jadwal ya? hehehe
insya Allah nanti akan saya praktekin uni... xixixixixi
ReplyDelete*nyimak lagi*
ReplyDelete*masih konsisten dengan pernyataan di postingan sebelumnya*
komen poto pertama
ReplyDeleteBilla putih, tembem, kirain dek Aam, menurutku ganteng soalnya :)
udah mikir itu dek aam.. eh billa.. ternyata billa bayinya udah tomboi juga ya..
ReplyDeletesemangat selalu uni.. cerita yang insipiratif.. asi emang bukan lebih dan kurang, pasti cukup untuk bayi..
keren dek aam udah diajak ke puncak..
Haha.. Sama kaya mb shant. Kukira foto pertama itu dek aam :)
ReplyDeleteAyah Billa kebagian begadang juga, Uni? Kalo di sini, yang nyetir ama ngantor pagi dibebas tugaskan dari begadang. :D
ReplyDeleteSemoga bisa kayak bang Asis kelak :)
ReplyDeleteSemoga mus bisa mengikuti jejak ayah billa.
ReplyDeletenah gitu om.. semangaaat... mulai dari sekarang yaa...hihihi
ReplyDelete^___^V... semoga bisa berbagi ya mbak..:)
ReplyDeletehehee.. kalau sama2 botak, ternyata mereka mirip.. cuma billa emang kinclong putihnya.. sementara aam ikutan uni.. au ah gelap! hehehe
ReplyDeleteiya mbak.. insyaAllah mau nyoba nulis ttg ASI sebulan ramadan ini.. lumayan buat tambahan naskah pribadi juga..hahaha
ReplyDeletedek aam pertama kali keluar kota umur 2,5 bulan ke Bogor mbak tin, terus bandung, lanjut puncak..hehehe *semua ikutan kegiatan ayahnya....
aam kan gelap ummi cha..hehehe
ReplyDeletekan ayah billa kerjaannya seminggu di laut, seminggu di rumah.. jadi gak pake acara nyetir dan ngantor pagi2... ntar kalau dia gak ada, uni sendirian banget ngurusin anak.. jadi dia ngerti daaah kalau emaknya anak2nya butuh istirahat..hihihihi
ReplyDeleteamiiiiiiiiiiiin... mensupport tidak berarti memarahi istri ya kalau tak sesuai "petunjuk buku ttg ASI"... hehehe
ReplyDeletemensupport berarti be there dalam suka dan duka..heheh
kalau ikut jejak langkah kayak main detektif2an nih..:)
ReplyDeletedulu prematurnya kenapa mba ? :)
ReplyDeleteWahh jadi ingat keliling ke rumah mb Arni, dedy ama omali liputan soal Ayah Menyusui...ayah2 hebat yang dukung dan selalu menyemangati istri berikan asi eksklusif..coba dah kenal mb Dian, ak samperi juga dehhh hihihiihi..
ReplyDeletesiapa kak?
ReplyDeleteooooh kakak billa ya? panjang ceritanya kak list.. kalau kakak ada waktu mampir deh di sini : http://cambai.multiply.com/journal/item/152/MP-WRITING-EVENT-Ketika-dia-hadir-bersama-duka-dan-suka
singkatnya sih karena billa kembar dan kembarannya meninggal dalam kandungan.
pernah baca soal ayah menyusui ini di MP nya omali deh kalau gak salah bulik...hehehe
ReplyDeleteiya ya..kalau gak ayah anak2 ikutan ngetop kayak om dedy super narsis itu ya..hihihi
kalu di keluargaku sih dulu [dulu ya] seblom 6 bulan ga boleh jalanjalan.. eh ini sepupuku baru lahir blom seminggu, udah jalanjalan ke puncak.. malah ke semarang blom sebulan, kangen mamaku katanya.. diomel deh sama mama..
ReplyDeleteiyaaaaaaa... dulu si kakak Billa malah umur setahun baru berani dian bawa pergi jauh. pertama kali dian inget ke cilegon mbak..hehehe
ReplyDeletedulu itu karena diannya yang gak pedean..
anak ke dua lebih pedean .. jadi ya berani2in aja.. mumpung para kakek neneknya gak protes..hehehe
Lagian jejaknya susah juga dicarinya hehehe
ReplyDeleteKan pelaut
udah gak layar lagi nih om moes...jadi jejak mantan pelaut ya..? hehehe
ReplyDeleteHuhuhuu... Laki2 kayak ayahnya billa limited edition banget ya uni...
ReplyDeletehehehe, bisa aja ira...:) limited edition for limited woman ya..hihihii
ReplyDeleteinsyaAllah tak ada yang sempurna kan ya?
Terharuu bacanya... Ijin copas n kirim ke email Hubby ya Uni.. Alhamdulillah selama hamil ini support Hubby walopun lg di laut luar biasa, pun saat lagi sama2.. Berharap semoga perhatian Hubby saat melahirkan nti bisa seperti Abang Asis.. Aamiin
ReplyDeletesilahkan uniq...mudah2an bisa sedikit membantu informasi ya..:) meskipun semua tetap dikembalikan ke karakter suami juga..hehehe
ReplyDeleteamiiin, semoga semua dilancarkan yaaaa :)
:-)
ReplyDelete^__^V
ReplyDelete