“An abnormal fear or hatred of foreigners and strange things.”
Mata perempuan itu menatap lekat tulisan pada layar. Hening sebentar. Ia sepertinya mencoba menelaah kata-kata tersebut.
Perlahan terdengar hembusan nafasnya. Kembali senyap.
Tak lama, tangannya kembali memegang tetikus.
“Klik!”
“A person unduly fearful or contemptuous of that which is foreign, especially of strangers or foreign peoples.”
Keningnya berkerut sedikit. Keminiman ilmu yang dimilikinya, mengharuskan otaknya bekerja lebih keras dari biasa, guna mengunyah mentah-mentah kata-kata asing tersebut. Kali ini bukan resep atau cerita anak yang dijadikannya kata kunci di mesin pencari, namun kata asing yang semakin hari, semakin membuatnya bertanya-tanya, apa definisinya ya?
Tangannya kembali menscroll tulisan yang ada di layar komputernya. Sekali-sekali kegiatan terhenti, karena harus membuka kamus terjemahan Inggris –Indonesia.
“Ugh, inilah akibat kursus bahasa Inggris hanya untuk dapetin sertifikat doank.” Gerutunya dalam hati, sementara tangannya sibuk membolak balik lembar kertas kamus, setebal bantal boneka anaknya.
“Ah coba di laman lain, ah….” Pikirnya makin ingin tahu.
“Hatred or fear of foreigners or strangers or of their politics or culture”
“Hemmm, politik dan budaya dari orang asing pun masuk dalam indikatornya ya?” bisiknya perlahan. Tangan kirinya bergerak perlahan mencari gelas teh hangat, yang sudah disiapkannya sebelum melakukan pencarian data pagi itu.
Suara menyeruput air teh, sedikit memecahkan keheningan subuh. Aliran teh hangat menelusuri kerongkongannya. Nyaman, namun pikirannya tidak.
Mulut perempuan berusia jelang 40 tahun itu kembali berkomat-kamit, membaca sebait kalimat.
“Xenophobia is defined as “an unreasonalble fear or hatred of foreigners or strangers of of that which is foreign or strange. It comes from the Greek words (xenos) meaning “stranger”, “foreigner”, and (phobos), meaning “fear”.
Jemarinya melakuan kebiasaan lama, yakni mengelus-elus dagunya. Sesekali kepalanya terlihat sedikit miring. Bertanda ia sedang berpikir keras.
“Wah, dari bahasa Yunani, toh, kata Xeno berasal?” pikirnya. Sesaat kemudian ujung bibirnya sedikit naik, ada sedikit senyum meruncing di sana.
“Kog ya, aku jadi inget sodara jauhku yang bernama Seno, sih? Penyebutannya aja mirip, artinya pasti gak sama, ah….” Gigi geliginya muncul sekilas menyertai senyum, yang sayangnya lebih mirip seringai. Entah kenapa, di saat serius begini, malah muncul konsep sontoloyo menyamakan kata Xeno dengan Seno. Kepalanya menggeleng sebentar. Berusaha mengusir kekonyolan yang baru saja menggodanya.
“Klik!” Tetikusnya kembali bekerja.
Kali ini Oxford English Dictionary secara online dibukanya. Muncul kalimat, xenophobia include : deep-rooted, irrational hatred towards foreigners, unreasonable fear or hatred of the unfamiliar, especiallya people of other races.
Meski tak letih, namun perempuan itu meletakkan punggungnya pada kursi komputer. Lagaknya, ia mulai mencoba membentuk pattern atau cetakan pola pikir dalam otaknya, yang kalau tak rajin digunakan, dijamin akan sama dengan kondisi museum tua di kawasan Kota.
“Apa aku seperti itu ya?” Tanyanya pada diri sendiri. Senyap. Tak ada jawaban. Lalu, ia berdiri, perlahan berjalan menjauhi komputer di ruang kerjanya. Berjingkat sebentar. Entah, alasannya tak jelas, mengapa harus berjingkat di rumah sendiri?. Perlahan, dibukanya pintu kamarnya. Lampu temaran di kamar, tak membuatnya sulit untuk memandangi satu persatu wajah anak-anaknya.
Aura tenang bayi laki-lakinya yang berusia 4 bulan membuatnya tersenyum bahagia sebentar. Matanya terbiasa dengan remang kamar dan mencari wajah anak perempuannya. Anak perempuannya yang beberapa minggu lagi, akan berusia 4 tahun, tampak pulas dengan gaya tidurnya yang rusuh.
Tiba-tiba, tanpa dapat ditahannya, kilasan-kilasan frame cerita sehari-harinya muncul bertubi-tubi.
“Udah, Billa di dalam aja. Gak usah ikut Bunda. Cuma sebentar, kog, Bunda beli tahunya. Si tukang tahunya ada di depan. Kakak gak usah ikut-ikutan, ntar diculik tukang tahu itu.”
Adegan sesaat itu terjadi di malam hari, karena tukang tahu itu selalu menjual tahunya malam hari. Meski tahu jualannya si Tukang Tahu itu enak, tapi hati perempuan itu sering tak nyaman setiap kali laki-laki dewasa, dengan baju seadanya, berkulit hitam terpanggang matahari dan bahkan mungkin ditambah sinar bulan, berdiri menunggunya membayar tahu belanjaan. Laki-laki itu selalu menyapa anak perempuan kecilnya dengan ramah, jika putrinya berkeras hati untuk tetap melihat si Tukang Tahu.
Kali lain,
“Eh, kakak di dalam aja. Udah…, gak usah ikut-ikutan belanja sayur. Bunda gak suka kakak baek-baek sama laki-laki asing kayak tukang sayur itu. Awas, ntar kakak diambilnya lho….! Mau jauh-jauhan sama Bunda?”
Kalimat itu sekali-sekali muncul dari mulut si perempuan, ketika putrinya bersikeras ikut serta menemaninya belanja pada tukang sayur, yang rutin melintasi jalan di depan rumah. Penampilan si Tukang Sayur yang mirip si Tukang Tahu, membuatnya khawatir, terutama, setiap kali laki-laki dewasa itu mencoba menyapa putrinya dengan ramah.
Di kesempatan berbeda,
“Hush, gak boleh bicara ama orang asing, termasuk tukang ojeg, ya!” perintahnya dengan suara berbisik pada putrinya. Ketika putrinya yang sangat ramah itu menyapa si Tukang Ojeg. Lagi-lagi, sikap perempuan itu mendokrin putrinya, agar tak beramah-ramah pada laki-laki dewasa dengan penampilan, yang juga mirip si Tukang Tahu dan si Tukang Sayur.
Deg!
Rasa-rasanya ada yang tak beres pada dirinya. Tiba-tiba, pagi itu, hati si Perempuan yang juga berkulit tak putih, terasa penuh sesal.
“Duh, apa yang sudah aku lakukan? Apa aku sekedar berprasangka buruk pada penampilan laki-laki dewasa yang lusuh?
Atau aku termakan berita-berita tentang penculikan serta perkosaan terhadap anak kecil, yang dilakukan oleh orang-orang asing di sekitar rumah?
Terlalu khawatirkah aku akan berita yang ada di televisi dan media massa lain tentang kejahatan orang dewasa terhadap anak kecil?
Ataukah aku mulai ketakutan tanpa alasan pada orang-orang asing yang sebenarnya berprofesi baik itu?” Pikiran perempuan tersebut berkecamuk. Rasa bersalah mulai muncul.
Perlahan, tangannya menutup pintu kamar. Tiba-tiba seperti muncul udara dingin di sekitar tubuhnya. Ada gementar kecil perlahan menyusup. Ia mulai waspada terhadap dirinya sendiri. Ada yang tak beres pada konsep buatannya mengenai orang asing.
Tak lama, ia kembali duduk di kursi di depan komputer. Tangannya mengelus tetikus, menggenggam dan mengarahkannya pada beberapa laman yang masih terpampang di layar.
Sebaris paragraf penjelasan mengenai karakter orang yang xenophobia muncul. Ia mendekatkan wajahnya sedikit maju ke arah layar. Memastikan mata dengan kacamata plusnya membaca dengan baik. Otaknya -lagi-lagi- mencoba mencerna tulisan dalam bahasa Inggris. Sedikit keluh muncul dalam hatinya, setiap kali harus bekerja keras menerjemahkan kalimat-kalimat asing itu. Namun dikalahkannya keluhan tersebut, demi harapan mendapat masukan positif bagi kesalahan yang mungkin telah dilakukannya.
“A xenophobic person has to genuinely think or believe at some level that the target is in fact a foreigner. This arguably separates xenophobia from racism and ordinary prejudice in that someone of a different race does not necessarily have to be of a different nationality. In various contexts, the terms "xenophobia" and "racism" seem to be used interchangeably, though they can have wholly different meanings (xenophobia can be based on various aspects, racism being based solely on race, ethnicity and ancestry). Xenophobia can also be directed simply to anyone outside a culture, not necessarily one particular race or people.”
Matanya melekat pada kalimat rasis dan prasangka yang muncul berdampingan dengan kata xenophobia. Meski masih kesulitan menelaah semua kalimat tersebut. Hatinya agak tidak tenang. Sebuah tanda tanya besar muncul di kepalanya.
“Apakah aku telah menjadi seseorang yang membentuk karakter xenophobia pada putriku sendiri? Am I already, a xenophobia maker?
***
Pamulang. Terinspirasi pada kisah diri sendiri.
Isi tulisan terdiri atas 1137 kata.
Definisi dan informasi mengenai xenophobia dikutip dari : sini, sana, situ, sebelah sana dan sebelah sini.
Diikutsertakan pada lomba menulis bertema xenophobia, milik Liliput Berjilbab.
Ditulis dengan perasaan penuh kekhawatiran, apakah aku salah faham dengan kata xenophobia? Rasis? Prasangka jelek? Aaaah, apa pun itu. Akhirnya aku jadi belajar banyak setelah menulis ini.
mudah2an bukan ya uni
ReplyDeleteUniiiiii.....aku suka niy tulisannya, kesimpulan dari hasil gugel yg kemudian dihubungkan dengan karakter dan pengalaman beritindak penulis selama ini :)
ReplyDeletesuka sudut pandang tulisannya.
ReplyDeletebtw, satu lagi kemiripan billa dengan cha. ramaaaah banget sama semua orang :)
iya, gara2 baca ttg xeno, uni jadi waspada.. ntar komen kemana2 soal xeno, taunya uni sendiri membentuk anak jadi xenophobia nih may.... :(
ReplyDeleteduuuh.. makasih apresiasinya shanti.. *uni nunggu tulisan shanti nih..
ReplyDeletetapi sebenarnya sekrang lagi deg2an baca lanjutan soal sms porno itu.. (turut prihatin, sekaligus belajar banyak akan hal itu.. makasih lho sharingnya...)
iya.. lomba lessy ini kog ya bikin uni gak bisa tenang utk tidur, sebelum uni kelar menulisnya. draft udah mingguan, execusinya pagi ini, dengan membujuk bang asis untuk gak ganggu komputer keluarga di ruang kerja.. hehehe
mudah2an bisa jadi pelajaran bagi para ibu2 juga ya..:*(
iya, kadang uni deg2an lho gitaaa
ReplyDeletesekarang uni nyoba lebih bagus kalimat yang dipake.. misalnya, "kaka kalau ada laki2 atau perempuan pegang2 tubuh kaka, jangan mau ya...? bilang ke bunda atau ayah ya? "
atau di lain waktu.."boleh ramah, tapi gak boleh lagi sendirian ya.. harus ada bunda atau ayah ya.."
punya anak anti sosial repot, punya anak terlalu sosial atau ramah, juga repot ya git..hehehe
btw,,, makasih udah nyempatn baca.... *biar gak bosen lihat judul catatan ramadan ttg ASI mulu ya...hihihi
Jadi inget jaman kecil dulu, kalo liat mobil boks pada larii karena takut diculik, padhal mobil itu ngedrop snack ke warung2...habis ditakut2innya itu gerombolan tukang culik hihihi
ReplyDeletehahaha.. saya juga dulu gitu bulik... kalau lihat orang bawa karung dan parang, langsung kabur.. kata ortu itu tukang culik, dalamnya ada kepala anak2 yang dipakai untuk bikin jembatan.. duuuh..
ReplyDeletekalau dipikir2 ternyata itu orang adalah pemotong rumput untuk makanan sapi.. aduuuuh...:(
hahha iya uni, mawas diri, jgn2 kita yg membentuk anak utk xenophobia
ReplyDeleteBeing alert and being paranoid, though two different things, are only separated by thin line. Just make sure you know where to draw the line.
ReplyDeletedemikianlah proses kreatif tulisan ini muncul maya..
ReplyDeletedraft aslinya tak seperti ini, meski judulnya tetap..
*hemmm sepertinya uni termasuk orang yang suka menulis dengan memunculkan judul duluan nih... heheheh
saya sedang belajar untuk itu ...
ReplyDelete*buka2 kamus lagi, karena takut salah faham ama komennya...:)
makasih sudah mampir ya edwinlives4ever... ^_^
toss, ni! ^^
ReplyDeleteaih... ternyata dirimu juga ya...? :))
ReplyDeleteseringnya emang cenderung semangat menulis, ketika tiba2 muncul ide judul di kepala ya gita? hehehe
*eh jadi kepikiran soal spooky novel itu yang belum uni buat, karena lum ketemu judulnya..heheh
haha.. iya, ni. di folderku banyak judul2, tapi isinya cuma beberapa kalimat atau malah kosong. payah niy, nggak dilanjutin..
ReplyDeletetenang aja, ni. yang ngirim baru mb fita :)
jadi ceritanya xeno dari pengaruh luar yah :)
ReplyDeletegubrak! sama lagi ternyata... *tepok jidat... hehehe
ReplyDeleteiya, lagi nyari ide, ditengah riwehnya keluarga..hahaha
err... luar apa nih kak list?
ReplyDeleteluar negeri? atau luar keluarga?
ada beberapa info bilang, kalau xeno cenderung marak terjadi di Eropa dan Australia...
negara2 Asia gak semarak mereka..
tapi entahlah... bisa jadi, kitanya aja yang anggap tak semarak, padahal mungkin aja kita juga yang ngebentuk kebencian pada orang asing di otak anak, tanpa kita sadari ya.. *saya belajar banyak setelah menulis ini, meski tak berhasil membuat saya pintar juga ttg xenophobia.. akibat lelet otak dalam bhasa inggris..:(
"Kalo kakak nakal nanti dibawak ke dokter biar di jus pantatnya" kikikikikiki ini salah satu yang sering juga :)
ReplyDeletehehehe...
ReplyDeleteinsyaAllah untuk yang satu ini tak pernah saya gunakan, om dokter..:)
soalnya saya khawatir juga, kalau ditakut2in dengan profesi dokter, yang repot saya sendiri..hehehe
makasih kunjungannya yaaa ;)
haha.. ternyata nggak cuma anaknya yang mirip :D
ReplyDeletetapi uni pengen punya body mirip umminya cha.. *obrolan mulai gak fokus.. hahha
ReplyDeleteKalo alertnya sesekali itu masih wajar, kalo alert terus terusan maka ini menjurus ke paranoid :)
ReplyDeleteUni, di tulisan ini yang hendak ditonjolkan melahirkan pelaku2 xeno ato melahirkan xenonya itu sendiri?
ReplyDeleteWaaaw....akhirnya uni mengeksekusi tulisannya dan disumbangkan ke lombanulis ttg Xenophobia ini. Terima kasih banyak ya Uni atas suppprt dan sumbangan tulisannya. Gak nyangka kl kata Xenophobia bikin uni sampai kepikiran berhari hari...sejak awal2 lomba ya uni? Berarti berminggu2 dong ya Un? Itu krn jiwa dasar uni yg gampang tertantang rasa penasaran kena senggol...keliatan bgt kalau hal itu justru yg jadi jiwa tulisan uni ini. *peluuuuuuk*
ReplyDeleteWaspada tetap perlu uni..hanya saja, seperti yg uni bilang juga, mungkin bahasa penyampaiannya yg beda yah? Dulu waktu kecil juga sering dengar yg aneh2 dari sekitar, tapi seingatku ibu ngajarinnya waspada sama semua sekalian tanpa pandang bulu tapi jangan pernah nunjukin ke orangnya :p
ini yang saya khawatirkan pada diri saya juga sih om dokter..:)
ReplyDeletesecara tidak sadar kita menciptakan xenophobia itu sendiri ya, Un.. :(
ReplyDeleteentahlah... bisa jadi uni khawatir melahirkan pelaku xeno.. atau mungkin melahirkan xeno tersendiri..
ReplyDeleteuni hanya membaca, bercermin dan menumpahkannya dalam tulisan...
jika hendak dikaji lebih dalam, mungkin cenderung membosankan nantinya buat pembaca.. karena membaca definisinya saja, udah bikin kening uni berkerut..:(
iya betuuuul...
ReplyDeleteberminggu-minggu.. sempat jadi headline obrolan sebentar dengan bang asis, tapi terhenti, karena bang asis gak komen.. ntah karena pusing, atau gak ngerti atau gimana kurang jelas.. *tapi dia mau komen waktu uni coba hubungkan xeno ini dengan pelaut.. *mudah2an ada waktu untuk nulis draft naskah ke 2 nantinya.. amiiiin
makasih ya udah bikin uni sedikit "tambah" ilmu soal ini.. tulisan2 teman2 lain juga jadi pencerahan bagi uni...
kalau kata kakak billa... "tante lessy... good job!" hehehe udah bikin orang lain memeras otaknya akan kata asing yang makin tak asing lagi ini..heheeh
itu komentar2 diatas mengarah ke hal yang sama..
ReplyDeletettg tingkatan waspada, kedekatan pada paranoid dan menjurus ke arah xeno..
iya betul.. pelajaran bagi uni, sudah tua jadi emak2 ya gini.. kadang pinter baca tak pinter mengeksekusi dengan kata dan perbuatan...
gak boleh nyebut nama, profesi dan orangnya ya...:)
makasih sharing dari ibunya lessy... alhamdulillah..
naaaah itu yang jadi pikiran uni selama ini Guh...
ReplyDeletekadang uni jadi mikir..ini komen sana, komen sini.. terus kelakuan guwe gimana? hiks..
woah suka deh cara nulisnya ini.. kamus dan diri..
ReplyDeletedan emang di diri kita ada xeno sendiri, punya prasangka juga persepsi diri terhadap orang lain.. padahal kenal juga kaga, karena penampilan..
kayanya xeno gini emang manusiawi ya.. naluri ibu.. banyak kog kaya gini.. "jangan main di luar, nanti hilang", "jangan ngobrol sama orang ga dikenal, nanti diculik loh", "jangan jauhjauh dari mama, nanti kamu diambil orang".. blablah.. emang kaya gitu "kewaspadaan" juga "keparanoidan" seorang ibu.. bukan unidian sendiri deh, daku juga gitu kalu sama para dogol.. ga bisa jauhjauh dalam keramaian.. mulut udah otomatis bilang jangan ini jangan itu..
Btw...baca tulisan uni ini, jd bikin aku pengen cerita kl sdh seminggu pindah ke komplek dosen ini, lebih banyak ketemu komunitas internasionalnya ketimbang 'Singaporeannya'. Di gedungku ini, hampir tiap hari ketemu dua anak kulit putih rambut blonde seumur Billa yg pertama kali liat aku melongo, merhatiin dan pas aku bilang "Hallo" sambil senyum, mereka malu malu jawab "hallo" juga sambil senyum. Tapiiii...besok2nya kl liat aku kabur sebisanya...
ReplyDelete:)
Jadi penasaran pengen liat yg mana ya orang tuanya..:)
makasih apresiasinya mbak tin...
ReplyDeleteiya... kadang kewaspadaannya kudu dijaga juga ya.. supaya gak lost jgua... heheeh
Perenungan xenophobic seorang ibu...
ReplyDeleteemaknya kayak uni kali yee...
ReplyDelete"eh. apa? ketemu sama perempuan mungil berjilbab? yakin itu manusia bukan liliput?" kata emaknya anak kulit putih rambut blonde...
"eh, besok-besok jangan deket2 ibu2 berjilbab itu ya.. ntar ilang lho.. dibawa ke taman liliput.... ok kiddo!" lanjut emak yang lainnya..
hehehe.. *maaf ya.. uni kog jadi terpikir aneh begini..
ugh, jadi pengen tau cerita lanjutan lessy dengan insting ingin tahu nya..:)
iya mbak mia..
ReplyDeleteterus terang, ini sempat terjadi cukup lama sama dian, terutama sama abang2 yang baik sama billa atau membalas keramahan billa..
tapi dian jadi harus pintar2 milih kata2 juga ya...? :((
uni sempat mikir lagi.. ini terkait kosa kata atau bahasa yang uni gunakan di judul kayaknya ya... ?
ReplyDeletehehehe.. uni gak ngerti juga.. gak gitu faham masalah kata xenophobia kalau jadi subyek, noun atau apa di tulisan uni ini..
bisa bantu uni gak ibuk?
Cara bercerita yang keren, sejak awal saya sudah "membaca" kata 'dia' itu maksudnya Uni sendiri kan ? keren Uni ... pasti dapat point bagus dari juri ;)
ReplyDeleteIya, saya juga sering merasa bersikap spt itu, ada sedikit prasangka negatif dengan orang asing di sekitaran. Terutama karena Rahma (4 thn) sangat suka berbicara dengan orang dewasa, biarpun mereka adalah orang yang baru dikenalnya. Orang lewat depan rumah aja, dia pasti sapa. Khawatir yang cukup beralasan, karena di tempat adikku, sudah ada 3 anak hilang dan belum kembali sampai sekarang. Aku sendiri belum bisa menilai apa aku sendiri sudah termasuk xenophobic atau xenophobic maker atau hanya sekedar bersikap waspada.
ada rasa sayang di situ :-)
ReplyDeleteJd penasaran bedanya xenophobia sama paranoid. *abis baca komen om gagak en mbah eddy.
ReplyDeleteSetuju sama yg laen, penulisan yg keren.
Btw, xenophobia jg bisa ditularkan dr ortu ke anak.
Well, aku sendiri jg ada didoktrin sama ortu koq :p
But semakin dewasa, biarlah doktrin itu aku keep aja :)
"Xenophobia berkecenderungan permanen. Ia bukan rasa takut yang bersifat temporer, mendadak. Rasa takut seperti itu disebut paranoid. Karenanya, takut yang terjadi pada xenophobia bukanlah ketakutan yang sama dengan ketakutan seorang aktivis dikuntit intel. "
ReplyDeleteGw kutip sendiri dari postingan gw feb, semoga bisa bantu
Xenophobic tidak ditularkan secara genetik, tetapi diinjeksikan (doktrin). Bisa lewat ortu atau orang lain.
ReplyDeleteCara menyampaikan ke anak2 biar ga jadi nakut2tin ya un, makasih sharingnya
ReplyDeletelarass juga suka nakut2in ponakan sama kegelapan kalau pada susah tidur, apa itu juga nantinya bisa masuk menjadi kategori xenophobia??
ReplyDeletewaw gaya menulisnya unik, Dian...like it. Jadi belajar bnyk juga dari komen2nya
ReplyDeleteHaha..mari kita lihat saja nanti gimana kesempatannya Uni..aku nggak tahu yg mana orang tua anak itu dan apa karena mereka..belum juga sempat tahu mereka darimana. Ini baru menunjukan pola kalau pas mereka lagi main sore2 di lobby gedung..aku lewat2 dan senyum.
ReplyDeleteKarena aku tinggal di lantai dasar, mereka dengan mudah melihat di mana unit rumahku. (yes, aku lihat mereka berdua playing detektif, ngikutin aku sambil ngumpet ngumpet untuk tahu rumahku di mana....aku belum berani bales..haha..karena nanti mencolok bgt kl aku sengaja naik ke lantai atas dan gak lucu karena aku bukan anak kecil kayak mereka berdua yg lucu-lucu aja kalau nyasar ke lantai rumah orang)
mungkin ini bisa jadi cerita lucu nantinya...mungkin...:)
--- LOCKED ---
ReplyDeleteoh kirain arti xenophobia hanya takut pada orang asing yang berlainan negara...hehe ternyata bisa juga pengertian nya orang asing yang berarti yang tidak kita kenal yaa??
ReplyDelete@cak marto: iya diturunkan dr ortu ke anaknya by doktrin lah, bukan genetik
ReplyDeleteaah uni, kalo anty jadi uni mungkin akan bersikap sama, mengingat seram sekali kejadian2 yang diceritakan media massa :(
ReplyDeleteEmang iya...hehe..
ReplyDeleteBunda Billa lebaay dan seno eh xenophobia maker :D
waktu aku kecil, ada tante yg selalu nakut2in dg kalimat spt yg uni bilang itu "awas nanti diculik.."
ReplyDeleteternyata kita sama ya uni, berhari2 berkutat dg kamus dan mesin pencari cuma utk memastikan arti dari xenophobia. Berusaha meyakinkan diri, apa itu masuk kategori xenophobia ato bukan ya? Bedanya, uni akhirnya nulis jg, sementara dian smpe skr ga nulis2 juga.. Hehehe
ReplyDeletebagus sudut pandangnya uni, aku dah jiper duluan mau ikut lombanya mbak lessy.
ReplyDeleteSoal bila, setuju kalo uni memperhalus bahasa larangan ke bila. Maksudnya jangan mentakut-takuti gitu hehe
alhamdulillah jika winny suka..:) mudah2an para jurinya juga suka seperti winny.. :))
ReplyDeletesaya memang agak telalu over waspada terhadap billa, pertama karena dia terlalu ramah, ke dua rumah kami dilewati kendaraan umum dan ketiga, uni lama dapat punya anak, jadi mungkin double2 deh perasaan ini.. heheh
iya betul om... tapi kadang2 rasa sayang orang tua juga suka salah kaprah ya... :(
ReplyDeleteuni rasa level terberat pasti xenophobia, karena kayak penjelasan cak marto, ini kan laten ya.. gak kelihatan.. kalau paranoid, biasanya kelihatan dari permukaan, jadi pihak lain bisa mengantisipasi.. *cmiiw...
ReplyDeleten makasih apresiasinya bupeb...:)
postingan cak marto termasuk postingan yang saya kopas, simpan dalam folder komputer dan dibaca berulang, sebelum saya memberanikan diri ikut dalam lomba menulis ini cak..
ReplyDeletekata permanen dan kadang kala sifatnya laten pada xenophobia ini saya temukan di tulisan cak marto...
setelah saya coba kaitkanlah, makanya saya bertanya pada diri saya, apakah saya membentuk karakter seseorang atau membuat ketakutan baru terhadap orang lain... karena perasaan itu tidak sekedar temporer saja.. sejak saya punya anak, hingga detik ini, kewaspadaan saya terhadap orang asing yang ramah dengan anak2 saya, tetap jadi alert. meski saya tahu ini salah.. *lebay kalau kata orang tua saya..:))
makasih ya cak.. tulisan cak patut diapresiasi banget, karena membuka mata orang2 seperti saya yang sedikit kesulitan memahami xenophobia dengan lugas. ^_^
ini yang saya khawatirkan telah saya lakukan.
ReplyDeletehebatnya dunia tulisan ya cak.. bisa membantu seseorang membaca dirinya sendiri..:)
kadang kala, seperti uni bilang yel.. ilmu membaca sudah mumpuni, nah pas praktek... emosi yang main... rasa khawatir dan antipati pada orang asing yang terlalu ramah atau gimana2 sama anak, kadang kala muncul dalam bentuk ancaman..
ReplyDeleteuni masih terus belajar.. hingga detik ini..>:(
uni sendiri masih belajar nih larass.. sebenarnya xenophobia ditujukan pada orang saja atau pada benda juga ya..
ReplyDeletetapi kalau takut gelap, ada phobianya tersendiri deh kalau gak salah. *mudah2an ntar ada mpers yang bisa bantu.. phobia terhadap gelap itu namanya apa... :)
ini asyiknya dunia multiply ya nita..
ReplyDeletegak cuma kita yang nulis jadi belajar, tapi juga yang komen dan yang baca.. :)
alhamdulillah senang sekali apresiasi dari nita... *i wish u are the juror... hehehe
seru ah kalau ada anak2 kecil main detektif dan mantengin keberadaan lessy.. hehehe.. *anak kecil paling tahu lho mahluk yang menarik itu seperti apa.. hihih..
ReplyDeletekayaknya bisa jadi ada cerita lucu.. toh tetangga baru, pasti penuh cerita baru.. ^_^
ugh! semalaman uni mikir, apa perlu uni perbaiki judulnya ya... tapi entahlah.. kesibukan semalam dan riweh sama anak2 bikin pasrah dengan kata "locked" ini....;)
ReplyDeletesecara bahasa cukup ngertiin juga nih mbak lily..
ReplyDeletexenos itu orang asing artinya... :)
btw.. udah lama nih mbak lily gak dolan ke sini.. hehehe makasih ya udah baca2...:)
apalagi dapetin si anak lama lagi ya anty.. hehehe
ReplyDeleteheheh.. *tutupmukapake panci..:)
ReplyDeletehehehe.. tipikal banget deh tante2 jaman dulu ya dee.. hahaha
ReplyDeletenah lhooo... :)
ReplyDeleteuni udah kadung janji sama diri uni sendiri.. bahwa uni harus ikutan lombanya jeng lessy..
ampe postingan catatan asi yang tiap hari uni posting, uni jeda 2 hari nih kayaknya.. soalnya masih ngutak atik satu naskah lagi... mudah2an bisa terkejar hari ini.. tapi kalau gak bisa. ya kapan2 di posting lagi..hehehe
ayo dian aaaaah.. kalau udah biasa nulis pasti dian 1 jam kelar deeeeeh...
masih ada 12 jam lebih nih waktunya..:) *kompor meledug!
aiiiih indaaaah. *colek pipi nya aaaah..
ReplyDeletepemenang lomba qultummedia kog bisa jiper ikutan lombaaaaaa? hehehe
emang kalo ada sifat ingin yang terbaik, kadang kala bisa jadi batu penghalang penulis lho indah...
bawaan gak mau salah, khawatir salah faham, kurang menarik dan lainnya, kadang jadi bikin penulis maju mundur.. heheh
uni pernah di fase itu.. tapi uni pikir uni mau "hajar bleh!" aja aaah.. hehehe
ayo indah.. masih ada 12 jam lagi lhoooo...:)
makasiiih masukanya un.
ReplyDeletecuma yaitu aku masih bingung sama definisi si xeno, takut salah tafsir hihihi
tipsnya ya definisi bahasa aja kali ya indah.. *ini yang uni pakai..
ReplyDeletekata xenophobia kan dari kata xenos dan phobos
xenos artinya foreigner
phobos artinya fear
jadi dari situ aja..
kata foreigner kayaknya mengarah pada orang deh.. kalau pada benda, umumnya ada nama2nya sendiri gitu..
misalnya takut pada tempat asing
takut pada kegelapan
takut pada ruang sempit.. dan lainnya..:)
mudah2an bisa bantu indah nulis..
bacanya serasa digiring utk membayangkan situasinya.. keren uni :)
ReplyDeletegaya penulisan yang asik...
ReplyDeletebilla sama kaya fadhl, gampang deket ama orang lain, akupun suka ngelarang dia utk bicara dg orang asing kok..
Yang aku lihat Dian 'tidak begitu' bisa dikatakan sebagai xenophobic maker. Hal penting adalah tahu membedakan niatan yang melatarbelakangi dalam menyampaikan 'keasingan' kepada anak dalam melindungi mereka. Niatan itu akan terartikulasikan dalam redaksional cara menyampaikan ke anak.
ReplyDeleteKalo Dian menyampaikan agar anak hati2 dan waspada terhadap orang asing karena kemungkinan tindak kriminal (culik, perkosa, bunuh), itu bukan doktrin xenophobic. Meski anak bisa mengembangkan sendiri ke arah sana.
Beda dengan kalo Dian menyampaikan agar anak hati2 dan waspada terhadap orang asing karena dia hitam, cina, kristen, jerman, sosialis, dan prasangka negatif perbedaan anutan, itu sudah pasti doktrin xenophobic.
Tapi memang sedikit susah memilah itu. Butuh kejelian.
ngerti un... hehee #sotoyy
ReplyDeleteUni, jadi xenofobia bisa meliputi berbagai aspek ya, Un?
ReplyDeleteFebi kira hanya sikap antipati atau prasangka yg tidak berdasar ...
Menurutku, yang uni lakukan ke billa ada alasannya dan ada pemicu yg menyebabkan uni bersikap seperti itu, kan? Berarti tindakan uni ga termasuk xenofobia dong ya?
ini cerita kok ya sama dsini ya ni....hati2 ntar diculik trus dijadiin tumbal bikin jembatan...huwaaaa dulu takutnya setengah mati hahha
ReplyDeleteTulisan uni bagus banged.....sebagian menggambarkan ttg vn nih terutama yg les inggris cm buat sertifikat doank nah akibatnya skrg dahi berkerut berlipat2 deh klo nemu linggis eh bhs.inggris :D
ReplyDeletePake happy call, biar ketutup semua Yan :D
ReplyDeletemakasih iah... masih terus belajar nih..:)
ReplyDeletemungkin anak2 berkarakter ekstrovet gitu ya mbak eva ya?
ReplyDeletemakasih ya apresiasinya mbak eva sayang..:)
i see.. berarti jawaban atas pertanyaan diriku di atas, adalah aku bukan xenophobic/a maker ya cak?
ReplyDeletetapi iya.. saya butuh kejelian untuk tidak sampai ke arah mendoktrin yang seperti cak tulis diatas...
makasih penjelasannya....
hehehe :))
ReplyDeletekalau dari hasil komen2 di atas, sepertinya uni belum masuk ke sana ya fe?
ReplyDeletenamun tentunya sebagai ibu, kita juga harus waspada dengan dokrin yang diberikan.... itu yang uni dapat sih..
alhamduilllah, menulis ini dan membaca komen2 temen2, mencerdaskan otak tua ini...:)
heheh.. tipikal orang indonesia banget kali ya vani..:)
ReplyDeletehahahaha.. ternyata oh ternyata....
ReplyDeletehahaha..
ReplyDeletebtw.. udah tau kabar blog MP mau tutup mam?
udah back up tulisan2 mama lum?
Untung tulisan mama ga banyak, jadi dalam setengah jam dah pindah semua ke folder kompi :))
ReplyDeleteseru nih kajiannya jadi dalem ya uni...
ReplyDeletedian back up ke komputer sebentuk cambainya mam..:)
ReplyDeletehehehe, gak dalam banget sih nurul.. seolah2 aja..:)
ReplyDeletebtw.. met lebaran ya...:) maaf ya uni gak konsisten nulis lagi setelah grasak grusuk MP mo ilang ini..:((
ku copas ya tulisan ini.. mantap..
ReplyDeletemakasih kabarnya ya les... *alhamdulillah... (tapi minder banget ketika lihat 24 penulis lainnya...:))
ReplyDeleteiya, sayang cak marto jadi juri. kalau saya yang jadi juri, tulisan cak marto akan jadi tulisan favorit saya mbak tin..:)
ReplyDelete