Aku tak pernah berpikir, jika cuaca teramat terik di hari Kamis, 14 Maret 2013 beberapa hari lalu, akan menjadi awal “hebohnya” hari-hariku berikutnya.
Seperti biasa, kujemput putriku, Kakak Billa, dengan menggowes sepeda. Lokasi sekolah relatif cukup dekat. Cukup 5 menit mengendarai sepeda, aku sudah tiba di Al-Zahra Villa Dago Pamulang. Kukenakan topi pada Billa. Peluh mengalir cukup deras di tubuhku. Pertanda matahari menjelang 12 siang itu memang tak begitu bersahabat.
Billa sendiri terlihat agak rewel, karena sesampai di rumah, ia tak begitu ceria, namun tetap bersedia main bersama Najwa –putri Lilis pembantuku- beberapa saat menjelang makan siang.
Nafsu makan Billa mendadak hilang, meskipun soto betawi kegemarannya yang kusajikan. Namun, aku tak pernah terpikir, jika suhu tubuh Billa merambat naik.
Ketika jam 2 pagi, Billa mulai rewel, tidurnya tak nyenyak, dan mengeluh terus. Aku yang terlelap dan sangat mengantuk, karena harus mengurus Aam yang tak sembuh batuk pileknya, merasa terganggu. Terus terang, jika ingat sikapku malam itu, menyesal sekali rasanya, karena nada suaraku meninggi.
“Kakak, tidur donk… sudah malam! Apalagi yang dikeluhkan?” bentakku dengan kesal. Kepalaku mulai pusing.
Tapi, Billa masih mengeluh. Aku menyentuh tubuhnya. Niatku adalah menyuruhnya diam. Aku kaget, mendapati suhu tubuhnya panas sekali. Buru-buru, kuambil termometer dan mengukur suhunya.
“MasyaAllah, 39,5 derajat!” Aku segera mengambil obat turun panas, agar Billa bisa tidur lebih nyaman. Memberinya obat bukan perkara sulit. Ia meminumnya dan segera berbaring.
Keesokan paginya, kubangunkan si Kakak untuk sekolah.
“Darah?!”
Aku panik, melihat tetesan darah di sekitar kepala Billa. Segera kuperiksa hidungnya, dan ternyata mengalir dari hidung Billa. Ini pertama kali aku melihat mimisan sebagai akibat suhu tubuh tinggi. Billa kusuruh berbaring terlentang, perlahan kubersihkan lubang hidungnya. Kakak Billa izin sekolah hari itu juga.
Kog kepotong tulisan panjang ini ya?
ReplyDelete